Di meja kopi ini, dengan cangkir setengah hangat dan suara sendok yang menabrak gelas, aku lagi pengen curhat soal sesuatu yang tiap hari aku kerjain: menulis konten yang efektif. Bukan sekadar ngetik kata-kata manis, tapi menulis yang bikin orang berhenti scroll, berpikir, atau — lebih bagus lagi — klik tombol yang kita mau mereka klik. Kalau kamu pernah ngerasa bingung antara “menarik” dan “mengonversi”, kamu nggak sendirian. Tarik napas, seruput kopi, dan mari ngobrol pelan.
Mengapa copywriting bukan cuma soal kata-kata indah?
Sewaktu aku baru mulai, aku sering kebingungan kenapa tulisan yang menurutku puitis nggak ada yang baca. Ternyata, tulisan yang efektif bukan yang paling bagus bahasanya, melainkan yang paling mengerti pembaca. Copywriting adalah seni menyampaikan ide dengan tujuan: menggerakkan. Itu bisa berarti bikin pembaca tertawa, merasa terhubung, sampai akhirnya melakukan aksi — mendaftar newsletter, beli produk, atau sekadar berbagi.
Jadi, sebelum nulis: kenali pembaca. Bukan sekadar demografi, tapi masalah mereka hari ini. Apa yang mereka takutkan? Apa yang mereka harapkan? Jawab pertanyaan-pertanyaan itu di kalimat pertama. Ingat, perhatian itu langsungan berharga; kalau kamu berhasil dapatin dua detik pertama, kamu sudah menang setidaknya separuh jalan.
Gimana caranya bikin konten yang benar-benar dibaca?
Praktiknya sederhana tapi nggak gampang. Aku sering mulai dengan headline yang nyengat — bukan clickbait, tapi janji yang jelas. Judul itu janji; kalau isinya ngelanggar janji, pembaca bakal pergi dan mungkin nggak kembali. Struktur yang aku pakai biasanya: hook → problem → solusi → bukti → call-to-action. Transparan, to the point, dan ramah.
Penting juga bikin tulisan mudah dipindai. Gunakan paragraf pendek, subheading, bullet (iya, walaupun sekarang kita lagi ngobrol dengan paragraf), dan kata-kata yang mudah dicerna. Jangan takut pakai kata sederhana. Bahasa rumit bukan tanda pintar, itu cuma hambatan.
Kadang aku butuh referensi cepat untuk ide atau formula copy. Salah satu sumber yang sering aku kunjungi adalah williamthomascopy — bukan karena iklan, tapi karena beberapa contoh dan pola bahasa di sana ngebantu banget pas lagi macet ide.
Trik kecil yang sering aku pakai (dan bikin kerja lebih ringan)
Ada kebiasaan sepele yang ternyata ngaruh besar. Pertama: tulis dulu tanpa mikir editing. Aku biasanya nulis draf kotor 15 menit nonstop, lalu pergi isi ulang kopi. Saat kembali, aku baca lagi dengan mata yang lebih dingin. Kedua: baca keras-keras. Kalau kalimatnya kaku saat diucapkan, kemungkinan besar dia juga kaku saat dibaca. Ketiga: tulis headline terakhir. Aneh, kan? Tapi seringkali aku baru tahu inti tulisanku setelah semua paragraf dituang.
Satu kebiasaan lucu: aku suka banget catet salah satu reaksi pembaca yang bikin geli — balasan DM yang bilang, “Kamu niru aku banget!” Rasanya seperti dapet komplimen dan sindiran sekaligus. Itu tanda ada koneksi. Terakhir, selalu sertakan satu CTA yang jelas. Jangan minta pembaca “cukup share kalau suka” sambil menyodorkan sepuluh pilihan aksi sekaligus. Satu tujuan, satu CTA.
Pertanyaan yang sering bikin aku tersenyum (atau pusing)
“Apakah konten panjang selalu lebih baik?” Jawabnya: tergantung. Panjangnya setelah dikemas rapi, bermakna, dan menyelesaikan masalah pembaca. “Harus SEO dulu atau manusia dulu?” Selalu manusia dulu. SEO itu alat, bukan tujuan. Kalau manusia nggak nyambung, algoritma juga nggak akan menolong dalam jangka panjang.
Ada juga mitos bahwa copywriter harus selalu kreatif 24/7. Faktanya, rutinitas dan disiplinlah yang bikin kerjaan konsisten. Nanti kreativitasnya dateng, biasanya pas lagi cuci piring atau jalan kaki sore. Jadi jangan panik kalau ide nggak muncul di meja kopi — kadang ide terbaik muncul pas kamu lagi nggak nunggu dia.
Kalau kamu lagi belajar copywriting atau lagi nyusun strategi content marketing, satu pesan terakhir dari meja kopi ini: fokus pada pembaca. Tulis dengan empati, cek hasilnya, dan ulangi. Langkah kecil yang konsisten lebih dahsyat daripada ide besar sekali seumur hidup. Sekarang aku harus ngabisin sisa kopi sebelum dingin. Sampai jumpa di meja kopi selanjutnya — bawa pertanyaanmu, aku bawa sendok (dan mungkin ide tulisan).