Curhat Copywriting: Cara Menulis Konten yang Bikin Pembaca Tetap Nempel

Curhat pembuka: kenapa copywriting terasa berat?

Kadang saya mikir: kenapa sih menulis yang seharusnya gampang jadi rumit? Padahal tujuan kita simpel — bikin pembaca baca sampai akhir, lalu melakukan sesuatu. Bukan sulap. Bukan juga ritual bakar dupa. Cuma perlu strategi dan gaya yang pas. Duduk, seduh kopi, dan kita ngobrol soal ini saja.

Kenali pembacamu (serius tapi santai)

Pertama-tama: kenali siapa yang kamu ajak bicara. Ini klasik, tapi banyak yang males. Bayangkan obrolan nyata. Kamu nggak bakal ngomong sama temanmu dengan gaya presentasi di rapat kantor, kan? Sama halnya dengan tulisan. Siapa usianya? Bahasa sehari-harinya seperti apa? Masalah apa yang paling mereka ingin selesaikan sekarang?

Kalau bisa, beri nama persona. Bukan formalitas, tapi cara biar kamu bisa ngobrol langsung. Persona membantu kamu pilih kata, panjang kalimat, bahkan jenis humor yang aman dipakai. Percaya deh, tulisan yang terasa “ngobrol” itu selalu lebih nempel.

Formula yang gak bikin kepala pusing (ringan dan praktis)

Nah, ini bagian favorit saya: formula sederhana yang bisa dipakai untuk hampir semua konten. Struktur dasarnya: hook — problem — solution — benefit — call-to-action. Simpel. Hook buat narik perhatian dalam 1-2 kalimat. Problem tunjukkan empati. Solution jelaskan solusi singkat. Benefit jelaskan apa untungnya buat pembaca. CTA? Jelas, minta tindakan yang mudah dilakukan.

Contoh cepat: “Capek scrolling cari skincare yang cocok? Saya juga—dan akhirnya nemu yang aman untuk kulit sensitif. Yuk, coba 3 langkah sederhana ini…” See? Nggak pake panjang lebar, langsung ke intinya.

Kalimat pembunuh kebosanan (nyeleneh, tapi berguna)

Ini jurus rahasia: kalimat singkat. Potong kalimat panjang jadi beberapa potongan. Taruh jeda. Biar ritme tulisan lebih manusiawi. Kadang saya sengaja pakai satu kata saja di satu baris: “Hentikan.” Efeknya? Pembaca napas sebentar, fokus lagi. Nggak perlu berlebihan, tapi dipakai di tempat yang tepat, ini ampuh.

Humor juga penting. Gak harus lucu maksimal. Cukup yang bikin senyum. Misalnya selipkan kalimat pendek seperti, “iya iya, saya juga pernah salah pilih font.” Ringan, relatable, dan menurunkan ambang perhatian pembaca yang udah lelah scroll.

Edit seperti pemotong kue (tegas dan penuh kasih)

Setelah nulis, jangan langsung posting. Istirahat dulu 10-15 menit. Baca lagi. Pangkas kata-kata yang berulang. Ganti istilah rumit dengan kata sehari-hari. Kalau bisa, bacakan keras-keras—suara sendiri sering banget kasih tahu mana bagian yang janggal.

Jaga juga panjang paragraf. Online reader nggak sabar. Paragraf 2-4 baris biasanya ideal. Dan to the point: setiap kalimat harus punya fungsi. Kalau nggak menambah nilai, buang. Percuma dipajang hanya untuk membuat postingan terlihat “panjang”.

CTA yang sopan tapi efektif

Call-to-action itu seperti undangan: sopan tapi jelas. Hindari perintah kasar seperti “BELI SEKARANG JUGA” kecuali kamu jualan kursus mendadak. Lebih elegan kalau kamu memberi pilihan: “Coba dulu gratis 7 hari” atau “Klik untuk baca studi kasusnya”. Buat tindakan yang mudah dan minim risiko.

Terus belajar dan eksperimen

Copywriting bukan ilmu pasti, ini seni yang bisa diukur. Tes A/B, ukur open rate, lihat bounce rate. Kadang yang kita kira manjur ternyata biasa saja. Kadang juga hal kecil, seperti mengganti satu kata, bisa ngangkat konversi. Jadi, rajin-rajinlah eksperimen.

Kalau ingin inspirasi lebih lanjut, saya suka intip tulisan-tulisan klasik satu dua copywriter. Salah satunya bisa cek sumber-sumber klasik yang sering saya kunjungi untuk ide dan teknik baru di williamthomascopy. Tapi inget, jangan ditiru mentah-mentah. Ambil ilmunya, lalu buat versi kamu sendiri.

Penutup: tulis seperti kamu ngobrol

Akhir kata, copywriting yang nempel itu bukan soal trik kotor. Ini soal empati, kejelasan, dan ritme. Tulis seperti lagi ngobrol. Jangan takut pakai kalimat pendek. Jangan malu tunjukkan manusiawi. Dan kalau perlu, baca komentar pembaca—mereka guru terbaikmu.

Ngopi lagi, yuk? Sambil nulis. Tulisan terbaik sering lahir dari obrolan santai, bukan pakai meteran resmi. Selamat menulis!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *